Berita  

Rembang Serius Tangani HIV/AIDS, Layanan ARV dan Konseling Tersedia Lengkap

ilustrasi HIV/AIDS (pixabay/DreamBrush)
ilustrasi HIV/AIDS (pixabay/DreamBrush)

JAVANEWS.ID – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Rembang memastikan seluruh layanan penanganan HIV/AIDS berjalan optimal.

Mulai dari pemeriksaan viral load, ketersediaan obat antiretroviral (ARV), hingga layanan konseling bagi pasien maupun masyarakat berisiko.

Hal itu disampaikan Epidemiolog Kesehatan Muda Dinkes Rembang, Martha Gusmanthika, Selasa 2 Desember 2025. Menurutnya, pemeriksaan viral load dan kepatuhan minum ARV menjadi kunci utama untuk menekan penularan HIV/AIDS.

Di Rembang, layanan pemeriksaan viral load tersedia di dua fasilitas kesehatan: RSUD dr R Soetrasno dan Puskesmas Kragan 2.

Pemeriksaan dilakukan enam bulan setelah pasien memulai ARV, kemudian pada bulan ke-12, dan setahun sekali bagi ODHIV (Orang dengan HIV) yang sudah lama menjalani terapi.

“Kalau pasien patuh minum ARV dengan adhesi di atas 90 persen, virusnya biasanya tersupresi. Jika viral load di bawah 40 kopi per mililiter, mesin tidak akan mendeteksi. Itu artinya tidak menularkan,” jelas Martha.

Ia menegaskan, keberlanjutan pengobatan sangat krusial. Tanpa terapi ARV teratur, risiko infeksi oportunistik dan penurunan kondisi kesehatan pasien bisa meningkat drastis.

Martha memastikan, seluruh obat ARV tersedia di Rembang. Selain itu, layanan konseling juga diperkuat di setiap Puskesmas dan rumah sakit, dengan tenaga konselor dari dokter, bidan, dan perawat.

Konseling tidak hanya dilakukan saat pemeriksaan, tetapi juga melalui edukasi di sekolah, kegiatan posyandu, hingga penguatan informasi di masyarakat.

Meski stigma HIV/AIDS masih ada, Martha menilai sikap masyarakat kini semakin terbuka berkat edukasi berkelanjutan dari tenaga kesehatan.

“Tantangan dari dulu hingga sekarang itu stigma HIV masih kental. Tapi semakin ke sini, stigma itu sudah mulai menurun,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa ODHIV memiliki hak hidup dan kesempatan yang sama dengan masyarakat lain. Mereka berhak bekerja, mendapatkan layanan kesehatan, dan menjalani kehidupan produktif.

“Penderitanya sama seperti Hepatitis B, sama-sama minum obat dan bisa menular. Hanya stigma itu masih ada, namun sekarang jauh lebih baik daripada 10 tahun lalu,” tandas Martha.