JAVANEWS.ID – Di warung kopi pinggir jalan, sekelompok anak muda duduk melingkar. Asap rokok mengepul pelan, obrolan mengalir dari politik sampai gosip selebriti. Tapi tiba-tiba, satu suara pecah: “Eh, korekku mana?” Semua mata saling pandang, tapi tak ada yang bicara.
Itulah momen klasik curanrek, pencurian korek api yang jadi momok di kalangan anak nongkrong. Fenomena ini bukan cerita baru, tapi belakangan makin sering dibahas di media sosial dan artikel online, seolah-olah ini krisis nasional yang butuh perhatian khusus.
Curanrek, singkatan dari curi an rek, memang sudah jadi bagian dari budaya merokok di Indonesia. Tindakan ini biasanya berawal dari meminjam korek untuk nyalain rokok, lalu pelaku langsung masukin ke saku tanpa bilang apa-apa, kadang juga tanpa pelaku sadari. Semacam reflek.
Seringnya, ini terjadi saat lagi asyik ngumpul, duduk bareng sambil cerita panjang lebar. Korban biasanya sadar belakangan, pas lagi butuh korek tapi tangan atau saku sudah kosong.
Bayangin aja, kalau curanrek ini dibiarkan, bisa-bisa stok korek api nasional habis dalam seminggu.
Di tongkrongan, korek api kayak harta karun yang selalu berpindah tangan tanpa izin. Satu artikel di Komunitas Kretek bilang, tak pernah ada pelaku curanrek yang dihakimi massa atau dilaporkan ke polisi.
Malah, ini jadi bahan guyonan abadi. Pelaku biasanya beralasan lupa, atau pura-pura korek itu miliknya sendiri. Hiperbolanya, kalau semua perokok Indonesia ikut tren ini, mungkin pabrik korek api bakal untung besar karena permintaan melonjak gila-gilaan.
Banyak pelaku curanrek bilang, mereka cuma ingin nyalain rokok cepat, tapi lupa balikin.
Tapi di balik itu, ada ironi besar: di era di mana orang punya ponsel mahal di saku, korek api seharga empat ribu rupiah jadi incaran.
Sebuah postingan di X dari akun @FaYasril bilang, antisipasi curanrek di tongkrongan butuh strategi khusus, seperti korek yang anti-dikantongi. Lainnya, seperti @cichgarette, nyebut curanrek ada di mana-mana. Ini menunjukkan betapa luas masalah ini, dari anak muda sampai bapak-bapak ronda.
Lebih jauh, curanrek sering muncul di video parodi. Misalnya, di Instagram, ada reel yang bilang satgas curanrek turun tangan investigasi hilangnya korek api.
Lucunya, pelaku digambarkan sebagai detektif gagal yang selalu salah tuduh. Di YouTube, Bale Films bikin parody berita tentang fenomena ini, lengkap dengan tersangka yang bilang “kirain korek gue!”
Ini sindiran halus buat kita semua, yang kadang jadi korban, kadang pelaku tanpa sadar.
Artikel di Komunitas Kretek lagi, bilang fenomena ini berpotensi menular: kalau korek dicuri, orang cenderung balas dendam dengan curi korek orang lain. Ini seperti lingkaran setan yang lucu.
Ironinya, di tongkrongan yang seharusnya tempat santai, malah jadi arena perburuan korek. Meski ini bukan masalah hukum yang serius, namun kadang menjengkelkan bagi para korban.
Tapi, di balik guyonan, curanrek nunjukin sisi manusiawi kita. Curanrek ini kayak pengingat kecil di tengah hiruk-pikuk hidup. Mungkin saatnya kita belajar balikin barang pinjam, atau bawa korek cadangan.
Tapi kalau diterusin, siapa tahu suatu hari ada undang-undang anti-curanrek, dengan hukuman nyanyi bareng di tongkrongan.
Yang pasti, fenomena ini bikin kita tertawa sambil mikir, betapa remehnya masalah yang bisa bikin ribut. Jadi, lain kali pinjam korek, ingat: balikin, atau kamu bagian dari wabah ini.
(Tulisan ini disempurnakan oleh AI)












