Wahai Pejabat, Jangan Suka Atraksi di Situasi Bencana

ilustrasi "pejabat catwalk" di lokasi bencana (AI Generated)
ilustrasi "pejabat catwalk" di lokasi bencana (AI Generated)

JAVANEWS.IDBENCANA alam melanda Sumatra, rumah-rumah hanyut, warga kehilangan segalanya, tapi tiba-tiba lokasi bencana berubah jadi panggung catwalk bagi para pejabat. Mereka datang ramai-ramai, lengkap dengan rompi seragam yang mengkilap, seolah-olah sedang syuting iklan sabun cuci.

Padahal, banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sudah menewaskan lebih dari 770 jiwa per awal Desember 2025. Ribuan orang terjebak di desa-desa terpencil, makanan langka, dan harga beras melonjak jadi Rp 500.000 per 10 kilogram. Tapi, bukannya buru-buru atur evakuasi atau perbaiki infrastruktur, para pejabat ini malah sibuk pose depan kamera. Sungguh, sebuah pesta pora di tengah air mata.

Coba perhatikan pola yang berulang ini. Setiap bencana datang, pejabat langsung turun tangan, bukan untuk bikin kebijakan pencegahan, tapi untuk ambil foto dan konten video. Ambil contoh salah satu menteri yang dulu pernah pegang urusan kehutanan. Dia muncul di Padang, Sumatera Barat, pada 1 Desember 2025, memanggul karung beras di bahu sambil membersihkan lumpur dari rumah korban.

Wah, heroik sekali! Seperti Superman versi lokal yang tiba-tiba ingat tugasnya setelah banjir sudah telan ratusan nyawa. Tapi, warganet langsung ramai-ramai bilang ini cuma pencitraan murahan.

Apalagi, kebijakannya dulu soal izin hutan diduga ikut bikin hutan gundul, yang akhirnya memperparah banjir bandang. Ironis, yang seharusnya tanggung jawab malah jadi bintang tamu di lokasi musibah.

Lalu, ada lagi pejabat daerah yang naik helikopter, lempar-lempar bantuan dari atas seperti lagi main lempar tangkap di pantai. Efektif? Entahlah, tapi pasti keren di video.

Publik langsung protes: ini bantuan atau atraksi sirkus? Bukannya koordinasi dengan tim darat untuk distribusi aman, malah bikin warga berebut di lumpur.
Dan ada juga salah satu anggota DPR RI yang datang pakai rompi khusus, seolah-olah uniform resmi penyelamat bencana. Mirip influencer lagi unboxing paket sponsor. Netizen bilang, ini bukan saatnya sesi foto, tapi waktunya beri solusi nyata.

Beralih ke Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Suharyanto. Dia bilang situasi mencekam cuma kelihatan di media sosial, padahal kenyataannya warga kehilangan keluarga dan rumah. Akhirnya dia minta maaf setelah kunjungi Tapanuli Selatan pada 1 Desember 2025, katanya kaget dengan skala bencana.

Kaget? Padahal data sudah beredar luas. Ini seperti dokter yang bilang pasiennya sehat lewat foto profil, tanpa periksa langsung. Publik kecewa berat, karena ucapan seperti itu bikin korban merasa diabaikan.

Kritik datang dari mana-mana, termasuk Amnesty International yang desak banjir ini jadi bencana nasional sambil sindir pejabat yang sibuk pencitraan. Bahkan Ustaz Adi Hidayat ikut bicara: “Elit politik stop atraksi, beri perhatian tulus untuk korban.”

Benar juga, karena data Forest Watch Indonesia, di Sumatra lebih dari 7 juta hektare hutan hilang dalam dua dekade, akibat kebijakan perizinan longgar.

Sekarang, mari kita hubungkan titik-titiknya. Para pejabat ini seperti artis reality show yang datang ke lokasi bencana dengan kru kamera lengkap. Mereka bawa bantuan, tapi sering kali jumlahnya tak sebanding dengan kerusakan.

Di Aceh Tengah saja, 98 desa terisolasi dengan 61.997 orang terjebak dan 38.057 pengungsi. Alih-alih perkuat pencegahan seperti reboisasi atau atur tata guna lahan, mereka pilih jalan pintas: tampil simpatik di berita.

Padahal, kalau dipikir, bencana ini pelajaran mahal. Kebijakan lingkungan yang lemah, seperti izin ekstraktif dari Menteri Investasi, bikin hutan rusak dan banjir makin ganas.

Apalagi banyak yang curiga, kayu-kayu yang terbawa banjir merupakan hasil illegal logging. Semua ini bikin kita geleng-geleng kepala.

Wahai para pemimpin, coba tinggalkan dulu kamera dan rompi mengkilap itu. Duduk di kantor, bikin aturan yang lindungi hutan dan warga dari bencana berikutnya.

Karena simpati sejati bukan dari foto heroik, tapi dari tindakan nyata yang bikin rakyat aman. (Tulisan ini disempurnakan oleh AI)