Rental PS, Tempat Pembinaan Akar Rumput eSport yang Diremehkan

rental PS (AI Generated/ Gemini)
rental PS (AI Generated/ Gemini)

JAVANEWS.ID – DI mata orang tua zaman dulu, rental PS adalah sarang maksiat level mikro. Tempat anak-anak bolos sekolah, tempat uang jajan ludes dan dianggap sarang anak-anak yang masa depannya dianggap suram bin gelap gulita.

Tapi coba lihat sekarang. Saat pemerintah mungkin masih sibuk rapat anggaran buat bikin seminar “Pemanfaatan Digital untuk Pemuda” yang isinya cuma makan snack kotak dan foto bersama.

Di sisi lain anak-anak jebolan rental PS justru sudah lebih dulu mengibarkan Merah Putih di panggung dunia.

Kemenangan Indonesia di ajang FIFAe World Cup 2024 (eFootball) kemarin bukan cuma soal piala.

Itu adalah kemenangan bagi kita semua yang pernah dimarahi ibu karena pulang telat gara-gara main Winning Eleven.

Kita harus mengakui bahwa rental PS adalah bentuk pembinaan grassroot paling murni di Indonesia.

Di sanalah mental baja dibentuk. Bayangkan, bagaimana tidak tangguh kalau kamu harus bertanding menggunakan stik PS yang tombol L1-nya mendem dan analog kirinya jalan sendiri ke atas?

Pemain eSports kita tidak butuh simulasi canggih untuk belajar tekanan mental.

Mereka sudah lulus ujian mental saat harus main di depan abang-abang rental yang suka psywar, atau saat tiba-tiba TV dimatikan karena durasi habis tepat saat kita sedang melakukan serangan balik cepat.

Inilah sekolah sepak bola yang sebenarnya. Tanpa kurikulum formal, tanpa sepatu bola jutaan rupiah, cuma bermodal Rp2.000 per jam dan kemampuan menghafal jurus “kotak-silang” atau “R1+kotak” untuk shooting keras.

Di saat anak-anak ini belajar taktik gegenpressing lewat stik KW, pemerintah kita seolah masih terjebak di menu loading.

Ada semacam ketidakberdayaan atau mungkin kebingungan dari pihak berwenang untuk merangkul potensi ini.

Seringkali, perhatian baru datang kalau sudah juara. Foto bareng di bandara, masuk konten media sosial kementerian, lalu selesai.

Padahal, kalau kita bicara pembinaan, kuncinya bukan di turnamen besar yang disponsori merek minuman energi, tapi di gang-gang sempit yang ventilasi udaranya cuma kipas angin dinding merk Maspion yang berdebu.

Pemerintah mungkin sibuk membangun infrastruktur megah, tapi mereka lupa bahwa infrastruktur eSports kita sudah lama berdiri kokoh di ruko-ruko samping sekolah yang bayarnya pakai uang receh sisa kembalian beli buku tulis.

Sudah saatnya stigma “anak rental itu nakal” dipensiunkan, sama seperti kita mempensiunkan memori card 8MB yang isinya cuma data Master League.

Mereka yang dulu dicap bolos sekolah, sekarang terbukti punya disiplin tinggi untuk menghafal meta permainan.

Mereka yang dulu dianggap membuang waktu, nyatanya ada yang mampu mengharumkan nama bangsa lebih baik daripada pejabat yang hobi membuang anggaran untuk studi banding ke luar negeri.

Jadi, kalau besok Anda melihat anak kecil berlari kencang menuju rental PS, jangan langsung diceramahi soal masa depan.

Siapa tahu, dia sedang dalam perjalanan menuju final Piala Dunia, sementara kita masih sibuk cari cara menggunakan rumus Excel yang benar.

Selamat untuk tim eFootball Indonesia. Terima kasih telah membuktikan bahwa juara dunia bisa lahir dari tangan-tangan yang jempolnya kapalan karena terlalu sering menekan tombol X.